Pindah ke Palembang? Wow asiiikkk mau banget! Itu kata-kata yang terlintas sesaat di kepala saat diajak suami untuk pindah merantau bareng. Sebelumnya kami LDR-an selama setahun, dan biasanya aku bolak balik ngunjungin suami ke Palembang sebulan sekali atau sebaliknya, dan tiap kunjungan ke sana selalu jatuh cinta sama kota itu. Kota yang sudah cukup maju namun tidak se-crowded di Jakarta. Aku selalu suka dengan suasana baru, ketemu orang-orang baru, kultur baru dan pastinya masakan di Palembang itu enak-enak bangeett, hehehee
Tapii, yang namanya pindahan blas gak se-asik itu kelihatannya. Butuh proses panjang buat mantepin hati dan pastinya harus ada yang dilepaskan, yak! Resign kerja. Resign di saat sedang nyaman-nyamannya dengan karir di sana, sedang senang-senangnya menggeluti passion (yang menurutku) di tempat yang tepat, dan sudah seperti keluarga sendiri. Sampe mewek-mewekan deh pas perpisahan. But life must go on, now I feel this is the best thing I ever decided.
Dan sekarang sudah sekitar tiga bulan aku tinggal di tanah rantau dengan suami, to sum up what I've been through within these three months, here are the points :
1.Tempat tinggal kita berada di kota kecil bernama Pangkalan Balai. Pangkalan Balai ini merupakan Ibukota dari Kabupaten Banyuasin, yang berjarak sekitar 45 km dari pusat kota Palembang, atau waktu tempuh 1 - 1.5 jam. Cukup jauh untuk ukuran di Sumatera, kita harus lewatin perkebunan karet dulu (Jl. Lintas Timur Sumatera Palembang-Betung) dari kota menuju Pangkalan Balai.
2. Rumah kontrakan kita, kecil minimalis hehee dan saat tiba di rumah kontrakan, ternyata sudah bersih dan siap dihuni, dan kita dapat support dari kantor mas ghi, kayak kasur, lemari pakaian, AC, jetpump, alat-alat rumah tangga juga sudah disediakan seperti piring, gelas, sendok, garpu, sapu, pengki, lap pel, dll. Kita juga dapat fasilitas cuci laundry dan aku dapat catering yang diantar ke rumah setiap siang dan malam. Waah lumayaan.. Alhamdulillah. Kita tinggal melengkapi peralatan-peralatan dan elektronik yang dibutuhkan lainnya aja. Pengennya sih emang gak terlalu banyak barang, karena kalau pindah-pindah bakal repot bawanya, tapi gak mau juga liat barang berserakan, alhasil kita beli beberapa meja plastik, rak susun untuk makanan, rak untuk nyimpen macem kosmetik, body care, rak sepatu, rak buku dan untuk menyimpan segala macam printilan. Walaupun sederhana serba minimalis, tapi semua tertata dan cukup nyaman untuk kita. Kita juga ngaji surah Al-Baqarah bareng-bareng saat awal menempati rumah ini, harapannya rumah ini menjadi berkah untuk kita huni dan selalu dalam lindungan Allah.
|
Rumah kontrakan kita :) |
3. Penduduk sekitar rumah, sebagian besar warga asli sini, gak ada yang seumuran sama aku, hahaa mostly yang udah ibu-ibu bapak - bapak 40 tahun an gitu, dan para sesepuh. Ada sih anak Pak RT yang usianya gak jauh beda, masih kuliah tapi itu pun di kota dan jarang pulang ke sini. Jadi sekarang aku gaulnya di sini sama ibu-ibu deh. Hehee. Rumah-rumah di sekitar sini juga masih banyak yang model rumah panggung gitu pake kayu, atau modifikasi. Banyak warga yang melihara hewan ternak kayak sapi, kambing, bebek, mentok, dan setiap sore ternak mereka suka dikeluarin diajak jalan. Enaknya, suhu di sini jauh lebih dingin dibanding di kota Palembang. Sejuk~~
|
Hewan ternak yang dibebaskan merumput |
Namun yang menjadi masalah di sini adalah.. AIR! Pertama datang shock banget lihat airnya. Gak putih jernih, tapi malah kekuning-kuningan. Butek deh. Padahal sudah pake jetpump dan ngeboorr sumur yang dalam. Alhasil mas ghi pasang filter set di kran air bak mandi, yang isinya ada filter sponge, karbon aktif, water bleach, dan lumayan bikin air jauh lebih jernih, tapi tetap aja gak sejernih air di kota. Huhuu. Alhamdulillah selama ini gak gatal-gatal sih kalau mandi pake air itu, tapi kalau buat masak tetap pake air galon. Di sini juga sinyal TV gak ke-detect, jadi harus berlangganan TV kabel atau pasang antena parabola.
4. Di Pangkalan Balai termasuk daerah yang minim hiburan. Gak ada mall, supermarket, cafe, tempat spa, apalagi bioskop. Cuma ada pasar tradisional dan toko-toko kecil gitu aja.
Di sini gak ada resto terkenal yang besar, tapi ada rumah makan yang cukup luas dan rame, namanya RM Tahu Sumedang Renyah. Lumayan lah, tahu sumedangnya enak, bandrek nya juga favorit banget. Kalau malam minggu, kita suka ke sini.
|
Rumah makan paling heitzzz di Pangkalan Balai, xD |
Selain itu, paling rumah makan kecil-kecilan aja di sini yang model rumahan, ruko atau tenda gitu. Kayak jualan pempek dan kawan-kawannya, pindang, sate ayam, bakso, mie ayam, martabak, pecel lele, rumah makan padang, dll.
5. Pasar tradisional jaraknya cukup dekat dari rumah, gak sampai satu kilo jaraknya. Ikan melimpah ruah banget di sini. Ada bagian di pasar yang khusus sederetan jual ikan. Murah-murah pula. Saking banyaknya sampe bergelimpangan di jalan. Udang 1/4 kg 10 ribuu hhu murah banget kan. Ikan-ikan sungai juga banyak banget sampai ada yang aku gak tau itu namanya ikan apaan. Hahahaa. Pedagang daging ayam atau daging sapi gitu malah sedikit banget. Mungkin karena di sini masih banyak daerah perairan, jadi hasil ikan-ikanan melimpah yaa. Oh ya, setiap hari kamis, pasar rameee banget karena di hari itulah stock baru nan fresh besar-besaran datang.
|
Pasar rakyat kota pangkalan balai tampak luar |
Dari rumah ke pasar, bisa jalan kaki atau naik ojek. Naik ojek juga ongkosnya murah banget, tiga ribu ajaah. Malah kata bapak ojeknya harga segini udah naik dari yang tahun lalu. Tapi selalu gak tega kalo ngasih segitu, apalagi bapak-bapak ojeknya ini rumahnya juga sekitaran sini dan baik-baik.
Sebenarnya aku juga gak sering banget ke pasar, karena tiap hari dapat catering dari kantornya mas ghi. Menunya juga udah variasi, lengkap sama sayur dan buah. Menu makan siang juga beda sama menu malem, jadi gak bosen. Kalau aku masak kayaknya jadi mubazir banget. Jadi kalau ke pasar, pas lagi pengin masak sesuatu aja gitu yang dipenginin, bikinin cemilan atau request masakan mas ghi lagi pengin aku buatin apa.
Kalau gak mau ke pasar, biasanya setiap jam 8 pagi ada ibu tukang sayur keliling yang lewat jualan depan rumah.
6. Transportasi umum agak susah di sini. Gak ada taxi atau ojek online. Kalau mau ke kota naik umum, bisa naik travel, bis damri atau semacam bis kopaja gitu yang gak setiap waktu ada, jadi nunggu di pinggir jalan aja sampai ada yang lewat. Pernah aku nyoba sendirian ke kota naik travel (karena mas ghi lagi kerja), travelnya mobil elf yang udah butut banget, trus ada juga yang modelnya kayak mobil pribadi innova atau avanza gitu tapi narik tumpangan. Ongkosnya 10 ribu ajaa. Bersyukurlaah ke sini bawa mobil pribadi, jadi kemana-mana tinggal gaspoooll :')
7. Namanya pindah ke tempat baru, pasti akan mengalami proses adaptasi. Aku butuh waktu sekitar dua minggu untuk benar-benar adaptasi dan bisa menerima,
well, ini kehidupan aku yang sekarang.
Selama adaptasi ini yang aku rasain emosi naik turun banget. Gimana caranya untuk deal dengan perbedaan antara dulu dan sekarang. Contohnya, dulu biasa sibuk kerja, sekarang cuma di rumah melakukan pekerjaan rumah tangga. Dulu mau kemana-kemana gampang, transport umum banyak, banyak temen, sekarang kebalikannya. Itu berat banget loh untuk menyesuaikan secara psikis. Dampaknya, sering marah-marah dan ngerasa kesepian. Level kesepiannya sampai haus interaksi dan bisa tiba-tiba ngambek! Karena mas ghi kerja senin-sabtu, dan pulang malam terus, kecuali sabtu. Jadi sedih banget kan di rumah seringnya cuma sendirian.
Tapi gak yang sampe menyesal kenapa ikut pindah. Enggak sama sekali, karena aku sadar ini bagian dari proses adaptasi dan pasti bisa melewatinya :)
Aku mulai membuat kartu nama untuk housecall, mengunjungi dokter praktisi senior untuk sharing dan mendapat gambaran dunia praktisi hewan kecil di sini, mengikuti seminar-seminar dan workshop, berkenalan dengan tetangga, membaca buku, menulis, menonton serial tv favorit (Grey's Anatomy), melukis, mencoba resep masakan baru, dan kemewahan yang tidak didapatkan ketika aku masih bekerja: tidur siang! Hehehe.
Sekarang, dalam kurun waktu tiga bulan ini, aku sudah mulai merasa 'kerasan', sudah banyak kenal dan bisa menyesuaikan berinteraksi dengan ibu-ibu tetangga atau ayuk-ayuk di sini. Dulu awal-awal pindahan, masih berasa asing banget dengan warga di sini bahkan sempat ngerasa takut dengan daerah ini. Sekarang kalau ada acara, mereka juga suka ke rumah mengajak aku untuk ikut masak-masak atau buat kue bersama mereka. Dengan senang hati aku mau bantu. Seruu. Aku jadi bisa lebih mengenal kebudayaan di sini lewat mereka, sekaligus belajar memasak makanan khas sini.
|
Bikin kue reget bareng buibuukk dan mbah mbahh hehe |
8. Tinggal seatap dengan mas ghi juga harus lewatin proses adaptasi. Basically kita sama-sama orang yang 'saklek' untuk hal remeh macam :
mas ghi kalau mandi harus pake sabun lifebuoy batang yang merah, shampo harus natur yang ginseng, pasta gigi harus pepsodent yang merah *Ini nyebut merk gpp yaa* *dan ini hukumnya wajib, kalau ndilalah beli sabun lifebuoy yang biru gak bakalan dipake* hahahah ngeseliin.
Sedangkan aku, paling gak suka kalau habis pergi dari luar langsung nemplok kasur. Pokoknya kasur itu cuma untuk tidur dan harus pake baju tidur atau baju rumah dan dalam keadaan bersih. Aku bisa ngomel-ngomel kalau mas ghi tau-tau masih pake kemeja kantor atau habis dari mana trus langsung nempel kasur, walaupun cuma rebahan bentar atau duduk di ujung kasur. Hahaha begitulah salah satu contohnya, kita belajar memahami dan nerima satu sama lain termasuk hal yang teraneh dalam diri kita.
But overall, aku kebantu banget dengan keberadaan mas ghi, karena dia tipe cowok family man. Mas ghi gak segan bantuin aku untuk beberes rumah, nyikat kamar mandi, nyuci piring, ngepel, dll. Tapi gak tega sih kalau sampai mas ghi ngelakuin itu, jadi sebisa mungkin aku yang handle masalah bersih-bersih rumah, tapi sampai sekarang, mas ghi selalu punya inisiatif sendiri untuk lakuin itu, jadi kita saling bahu-membahu :D
Mas ghi juga yang dengan sabar nemenin aku saat masa adaptasi. Karena sering ngerasa kesepian, setiap siang jam ishoma kantor, mas ghi selalu pulang ke rumah buat nemenin aku makan siang bareng. Hampir setiap hari sampai akhirnya aku mulai terbiasa.
Kita belajar saling melengkapi, belajar bersama untuk membangun rumahtangga, saling mengoreksi juga jika ada kesalahan, dan dibimbing dalam hal sekecil apapun. Pernah kancing kemeja mas ghi kendor, tapi aku belum pernah jahit kancing seumur-umur. Ngelesnya sih ala ala Meredith Grey: "I'm not sewing cloth, I'm sewing skin". Lol. Sampai aku akhirnya diajarin sama mas ghi cara jahit kancing. Ya ampun, bisa-an banget deh dia. Super teliti dan rapih banget, bahkan bisa jahit pola nama gitu.. Katanya dari SD udah biasa jahit kancing sendiri. Ckckck.
Untuk sekarang ini, yang masih jadi PR banget buat aku, mas ghi lagi ngelatih aku cara manajemen keuangan yang baik. Semoga lancar jayaa yah aku jadi mentri keuangan rumah tangga, semoga gak banyak kebobolannya, hahaa.
9. Rasa rindu sama orangtua pasti ada yah, keep contact pasti selalu setiap hari. Ada hal yang di sini aku rasain sama seperti ketika aku di rumah orangtua, yaitu suara muadzin masjid dekat rumah. Jarak rumah kontrakan ku ini dengan masjid dekat banget sekitar 30 m, jadi suara adzan banter banget kedengerannya, hehee. Somehow, suara adzannya ini mirip sama suara adzan di masjid komplek rumah mamah and feels like I am home. Sebelum maghrib, biasanya ada ceramah dulu gitu, dan setiap malam jumat ada pengajian. Jadi walaupun aku di rumah, tetep bisa dengerin deh hehee
|
Masjid dekat rumah |
10. Dan yang terpenting.. to keep our sanity.. agenda setiap hari minggu kita adalaaah... capcuusss cari hiburan ke Kota Palembang. Untungnya jarak gak terlalu jauh, jadi seminggu sekali pas mas ghi off kerja bisalah kita jalan-jalan ke sana. Nonton film, wisata kuliner, ke tempat-tempat bersejarah, belanja, dll. Biar aku gak suntuk di rumah terus, dan mas ghi juga bisa refresh dari penat kerja, kan? Hehee
|
Jalan-jalan ke rumah limas sama mas ghii |
***
Sooooo, that's aalllll 10 poin yang kurang lebih mengambarkan bagaimana kehidupan aku sekarang selama tiga bulan aku merantau di sini. Panjaang yah ceritanya?? ><
Memulai hidup baru dan tinggal satu atap dengan suami, ternyata seru banget, melakukan segala hal bersama, berbagi bahagia sedih susah senang. Menikah itu mendewasakan dan bagaimana membuat kehidupan menjadi balance.
Dari poin-poin di atas, aku merasa udah 'mulai' betah berada di sini, memang belum sepenuhnya, tapi perlahan-lahan semoga aku bisa cinta dengan kota kecil ini. Menurutku, perasaan 'homey' bisa datang apabila kita bahagia dan bersyukur.
Living in the moment! Karena hari-hari ini pun kelak akan menjadi sesuatu yang indah untuk dikenang :)